• 160,000+
  • pengikut
  • ponsel:
    +62 21 5200 392
  • Skrining Kanker Kolorektal dan Cara Diagnosis dan Pengobatan Dini

    Kategori artikel:Sains kesehatan    Waktu rilis:2024-11-15     melihat

    image.png 

    Sumber Gambar: https://www.parapuan.co/read/533594345/dokter-tegaskan-pemeriksaan-feses-penting-untuk-mencegah-kanker-kolorektal

    Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang cukup umum dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan penduduk di negara Tiongkok. Penelitian menunjukkan bahwa skrining serta diagnosis dan pengobatan dini untuk populasi berisiko tinggi terkena kanker kolorektal dapat secara efektif meningkatkan tingkat deteksi dini dan mengurangi angka kematian. Agar skrining awal, diagnosis dan pengobatan dini lebih terstandarisasi, serta untuk meningkatkan efektivitas dari pencegahan dan pengendalian, rencana teknis ini telah dikembangkan.

    1. Epidemiologi

    Menurut data pemantauan terkait, pada tahun 2022, terdapat 517.000 kasus baru kanker kolorektal di Tiongkok, yang menyumbang 10,7% dari total kasus kanker ganas. Terdapat 240.000 kematian akibat kanker kolorektal; dengan persentase sebesar 9.3% dari total kasus kematian akibat kanker. Angka kejadian dan angka kematian nasional akibat kanker kolorektal masing-masing adalah 36,63/100.000 dan 17/100.000, yang keduanya menunjukkan tren peningkatan. Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun kemungkinan kelangsungan 5 tahun pasien kanker kolorektal di Tiongkok telah meningkat, tingkat tersebut masih tergolong rendah. Deteksi dini dan pengobatan dini akan meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup 5 tahun.

    Faktor risiko utama untuk kanker kolorektal, yaitu konsumsi daging merah dan daging olahan, konsumsi alkohol, merokok, obesitas, diabetes, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), dan riwayat keluarga kanker kolorektal. Faktor pelindung yang utama yaitu konsumsi makanan yang kaya serat dan produk susu, termasuk olahraga fisik yang teratur.

    2. Populasi Berisiko Tinggi

    (1) Populasi Berisiko Tinggi Terkena Kanker Kolorektal Sporadis

    Penilaian skor risiko kanker kolorektal sporadis mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan kanker kolorektal pada kerabat derajat pertama, merokok, dan indeks massa tubuh (IMT). Prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:

    a. Usia: usia ≤49 tahun (0 Poin), usia 50-59 tahun (1 Poin), usia ≥ 60 tahun (2 Poin).

    b. Jenis kelamin: Wanita (0 Poin), Pria (1 Poin).

    c. Riwayat merokok: Tidak Ada (0 Poin), Ada (1 Poin).

    d. Indeks Massa Tubuh: < 23 kg/m2 (0 Poin), ≥ 23 kg/m2 (1 Poin).

    e. Kerabat derajat pertama (orang tua, anak, dan saudara kandung) yang didiagnosa kanker kolorektal: Tidak Ada (0 Poin), Ada (1 Poin; misalnya jika seorang kerabat derajat pertama didiagnosa kanker kolorektal < 60 tahun atau jika dua kerabat derajat pertama didiagnosa dengan kanker kolorektal, maka berikan 4 Poin).

    Mereka yang memiliki skor kumulatif sebanyak 24 poin dari item-item di atas dianggap sebagai populasi berisiko tinggi.

    (2) Populasi Berisiko Tinggi Terkena Kanker Kolorektal Bawaan

    Individu dengan sindrom Lynch atau mereka yang menderita familial adenomatous polyposis (FAP) dan kondisi serupa.

    3. Skrining

    (1) Sasaran Skrining

    a. Populasi berisiko tinggi terkena kanker sporadis: individu-individu tanpa riwayat kanker kolorektal direkomendasikan untuk memulai skrining pada usia antara 40-74 tahun. Di antara mereka, jika terdapat kerabat derajat pertama yang didiagnosa kanker kolorektal pada usia muda, skrining seharusnya dilakukan 10 tahun lebih awal dibandingkan dengan usia di mana kerabat derajat tingkat pertama didiagnosa kanker tersebut. Tidak ada batasan usia untuk memulai skrining dalam kasus-kasus seperti ini.

    b. Populasi berisiko tinggi secara genetik: populasi ini disarankan untuk memulai skrining sesuai dengan pedoman berikut:

    Individu dalam populasi berisiko tinggi untuk sindrom Lynch yang disebabkan oleh mutasi gen MLH1 (MutL homolog 1)/ MSH2 (MutS homolog 2) harus memulai skrining dengan menggunakan kolonoskopi pada usia 20-25 tahun atau 2-5 tahun lebih awal dari usia di mana anggota keluarga yang paling muda terdiagnosis. Untuk individu dalam populasi berisiko tinggi untuk sindrom Lynch yang disebabkan oleh mutasi MSH6 (MutS homolog 6)/ PMS2 (PMS1 homolog 2), skrining dengan kolonoskopi harus dimulai pada usia 30-35 tahun atau 2-5 tahun lebih awal dari usia di mana anggota keluarga yang paling muda yang terdiagnosa kondisi tersebut. Individu berisiko tinggi dalam keluarga dengan familial adenomatous polyposis (FAP) harus memulai skrining kolonoskopi pada usia 10 tahun dan menjalani kolonoskopi tahunan seumur hidup.

    (2) Metode Skrining

    image.png 

    Sumber Gambar: https://www.halodoc.com/kesehatan/endoskopi

     

    Kolonoskopi disarankan sebagai metode skrining lini pertama. Bagi individu-individu yang tidak dapat mentoleransi atau tidak mematuhi metode skrining lini pertama, metode alternatif seperti biokimia dan imunokimia untuk tes darah samar, sigmoidoskopi, pencitraan CT untuk usus besar, atau pemeriksaan DNA feses multitarget.

    (3) Hasil Skrining

    1) Frekuensi skrining rutin: melakukan pemeriksaan kolonoskopi setiap 5-10 tahun. Jika tidak ditemukan kelainan, interval untuk kolonoskopi dapat diperpanjang hingga 10 tahun. Pemeriksaan tes darah samar seharusnya dilakukan setiap tahun.

    2) Untuk adenoma dengan diameter > 1 cm, adenoma dengan komponen villous >25% (yaitu villous atau tubulovillous), dan lesi lain dengan displasia epitel tingkat tinggi: kolonoskopi tindak lanjut: follow up dengan kolonoskopi harus dilakukan dalam 1 tahun setelah perawatan. Jika tidak ditemukan kelainan, interval untuk pemeriksaan kolonoskopi selanjutnya dapat diperpanjang hingga 3 tahun.

    3) Adenoma lainnya: follow up dengan kolonoskopi sebaiknya dilakukan dalam 3 tahun setelah diagnosa dan pengobatan. Jika tidak ada abnormalitas yang ditemukan, interval untuk follow up dengan pemeriksaan kolonoskopi selanjutnya dapat diperpanjang hingga 5 tahun.

    4) Lesi intestinal jinak lainnya: karena risiko kanker kolorektal tidak meningkat secara signifikan, lesi ini dapat ditangani seperti pada populasi umum. Interval untuk follow up dengan pemeriksaan kolonoskopi ulang dapat mencapai 10 tahun.

    5) Penyakit radang usus, seperti kolitis ulseratif dan penyakit Chron: setelah diagnosis yang jelas, kolonoskopi ulang harus dilakukan setiap 2 tahun. Jika displasia epitel tingkat tinggi terdeteksi pada saat skrining, follow up dengan kolonoskopi seharusnya dilakukan setiap tahun setelah perawatan.

    4. Prinsip Diagnosa dan Pengobatan Dini

    image.png 

    Gambar perjalanan usus besar dari normal hingga tumbuh polip adenoma, dan dalam kurun waktu 10-15 tahun dapat tumbuh menjadi kanker usus besar

    Sumber Gambar: https://ygi.or.id/kanker-usus-besar-deteksi-dini-dan-yang-perlu-diketahui/

    Kanker kolorektal seharusnya didiagnosa dan diobati sedini mungkin. Sangat direkomendasikan bahwa semua adenoma (tumor jinak yang tumbuh di jaringan epitel), polip, terutama lesi pra-kanker, dan pasien-pasien dengan kanker kolorektal menerima perawatan yang terstandarisasi sedini mungkin. Lesi pra-kanker dari kanker kolorektal termasuk adenoma dengan diameter > 10 mm, adenoma dengan struktur villous sebanyak > 25% (seperti adenoma villous atau tubulovillous), lesi lain dengan displasia epitel tingkat tinggi. Histopatologi adalah standar baku emas untuk mendiagnosa tumor kolorektal, dan diagnosis histopatologi harus diperoleh kapanpun jika memungkinkan. Metode diagnosis klinis untuk penentuan stadium kanker termasuk CT scan dengan kontras pada dada, perut, dan panggul. Tergantung pada kondisi medis, metode pencitraan lainnya seperti ultrasonografi, kromoskopi, ultrasonografi endoskopik (EUS), MRI, dan PET-CT juga dapat digunakan. Penentuan stadium secara klinis dan patologi harus mengikuti sistem TNM dari Union for International Cancer Control (UICC) (Edisi ke-8).

    (1) Reseksi endoskopik tumor kolorektal dini

    Untuk lesi mikro dengan diameter 5 mm atau kurang, polipektomi snare dingin (teknologi endoskopi untuk mengangkat polip) direkomendasikan, dan penggunaan alat biopsi juga dapat dipertimbangkan. Untuk lesi-lesi kecil dengan diameter 6-9 mm, polipektomi snare direkomendasikan, terutama polipektomi snare dingin. Selain itu reseksi mukosa endoskopik (EMR) juga dapat dipertimbangkan. Untuk lesi polypoid yang lebih besar dari 10 mm (berupa tangkai, sessile, atau datar),direkomendasikan untuk memilih snare yang sesuai untuk mengangkat lesi berdasarkan karakteristik tangkainya. Untuk lesi-lesi datar (seperti superficial elevated type, superficial flat type, superficial depressed type) yang dapat diangkat dalam 1 sesi, termasuk beberapa lesi berbentuk tanpa tangkai (pedunculess), prosedur reseksi mukosa endoskopi (EMR) merupakan pengobatan yang direkomendasikan. Pada prinsipnya, diameter maksimum dari sebuah lesi yang dapat diangkat sepenuhnya dalam satu potongan utuh menggunakan reseksi mukosa endoskopi sebaiknya tidak melebihi 20 mm.

    Untuk lesi-lesi dengan diameter minimum lebih dari 20 mm, yang mana itu sulit untuk diangkat sepenuhnya dalam 1 sesi menggunakan reseksi mukosa endoskopi (EMR), lesi-lesi tanpa tanda bisa untuk diangkat, lesi-lesi dengan diameter lebih kecil dari 20 mm tapi dicurigai berpotensi menjadi berdasarkan evaluasi endoskopi, lesi-lesi dengan diameter lebih besar dari 10 mm yang merupakan residu atau penyakit yang relaps setelah EMR, dan lesi-lesi yang dicurigai sebagai kanker tapi tanpa infiltrasi sampai lapisan submukosa dianjurkan ditangani dengan prosedur diseksi submucosa endoskopi (ESD).

    (2) Pengobatan Tumor Kolorektal yang Tidak Dapat Direseksi dengan Endoskopi

    Untuk tumor kolorektal yang didasari evaluasi pra-operasi telah melebihi indikasi reseksi endoskopi, serta pasien yang memerlukan intervensi tambahan melalui pembedahan setelah evaluasi patologi paska reseksi endoskopi, disarankan agar keputusan-keputusan mengenai pendekatan pembedahan yang spesifik dan cakupan dari reseksi berdasarkan faktor-faktor seperti lokasi dan ukuran tumor, tingkat toleransi pasien terhadap pembedahan, dan keinginan pasien.

    Prinsip pengobatan untuk tumor kolorektal yang tidak dapat direseksi dengan endoskopi adalah untuk melakukan pembedahan kapanpun dimungkinkan. Pengobatan pascaoperasi seharusnya ditentukan berdasarkan stadium patologis, dengan pilihan-pilihan termasuk radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, dan terapi target sebagai bagian dari rencana pengobatan yang komprehensif. Untuk pasien-pasien yang tidak cocok untuk dilakukan pembedahan, sebuah pendekatan pengobatan yang komprehensif seharusnya diterapkan. Saran diagnosis dan pengobatan yang lebih rinci harus merujuk pada pedoman diagnosis dan pengobatan kanker kolorektal terbaru yang dikeluarkan oleh Komite Kesehatan Nasional.

    5. Follow-up dan Tata Laksana

    Secara prinsip, semua subjek skrining harus menjalani minimal satu kali follow up per tahun untuk segera memperoleh diagnosis definitif dan informasi hasil. Untuk mereka yang hasil skriningnya negatif, edukasi kesehatan terkait faktor risiko perlu diberikan, dan mereka seharusnya diingatkan untuk menjalani skrining teratur sesuai ketentuan. Untuk pasien dengan lesi prakanker atau kanker kolorektal yang terdeteksi selama skrining, disarankan untuk mengikuti pengobatan klinis dan pedoman tatalaksana.

     



    Isi formulir untuk menghubungi kami dengan cepat

    Kami bekerja sama dengan rumah sakit dan spesialis terkemuka untuk memberi Anda layanan medis lintas batas berkualitas tinggi


    Laporan Medis*:
    Hubungi kami*:

    Copyright @Rumah Sakit Jing Kai Sa All Rights Reserved.  
     

    Peta Situs